Energi Panas Menjadi Energi Listrik TERMOELEKTRIK
Pengertian Termoelektrik
Prinsip kerja dari Termoelektrik adalah dengan berdasarkan Efek Seebeck
yaitu “jika 2 buah logam yang berbeda disambungkan salah satu
ujunganya, kemudian diberikan suhu yang berbeda pada sambungan, maka
terjadi perbedaan tegangan pada ujung yang satu dengan ujung yang
lain”.( Muhaimin, 1993).
Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh ilmuwan
Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam
sebuah rangkaian. Di antara kedua logam tersebut lalu diletakkan jarum
kompas. Ketika sisi logam tersebut dipanaskan, jarum kompas ternyata
bergerak. Belakangan diketahui, hal ini terjadi karena aliran listrik
yang terjadi pada logam menimbulkan medan magnet. Medan magnet inilah
yang menggerakkan jarum kompas. Fenomena tersebut kemudian dikenal
dengan efek Seebeck.
Penemuan
Seebeck ini memberikan inspirasi pada Jean Charles Peltier untuk
melihat kebalikan dari fenomena tersebut. Dia mengalirkan listrik pada
dua buah logam yang direkatkan dalam sebuah rangkaian. Ketika arus
listrik dialirkan, terjadi penyerapan panas pada sambungan kedua logam
tersebut dan pelepasan panas pada sambungan yang lainnya. Pelepasan dan
penyerapan panas ini saling berbalik begitu arah arus dibalik. Penemuan
yang terjadi pada tahun 1934 ini kemudian dikenal dengan efek Peltier.
Efek Seebeck dan Peltier inilah yang kemudian menjadi dasar
pengembangan teknologi termoelektrik.
Banyak aplikasi lain penggunaan energi termoelektrik yang sedang
dikembangkan saat ini, seperti pemanfaatan perbedaan panas di dasar
laut dan darat, atau pemanfaatan panas bumi. Kesulitan terbesar dalam
pengembangan energi ini adalah mencari material termoelektrik yang
memiliki efisiensi konversi energi yang tinggi. Parameter material
termoelektrik dilihat dari besar figure of merit suatu material.
Idealnya, material termoelektrik memiliki konduktivitas listrik tinggi
dan konduktivitas panas yang rendah. Namun kenyataannya sangat sulit
mendapatkan material seperti ini, karena umumnya jika konduktivitas
listrik suatu material tinggi, konduktivitas panasnya pun akan tinggi.
Material yang banyak digunakan saat ini adalah Bi 2 Te 3, PbTe, dan
SiGe. Saat ini Bi2 Te3 memiliki figure of merit tertinggi. Namun,
karena terurai dan teroksidasi pada suhu di atas 500 oC, pemakaiannya
masih terbatas. Rendahnya figure of merit ini menyebabkan rendahnya
efisiensi konversi yang dihasilkan, di mana saat ini efisiensinya masih
berkisar di bawah 10 persen. Nilai ini masih berkurang sampai 5 persen
setelah menjadi sebuah sistem pembangkit listrik. Masih cukup jauh
dibandingkan dengan solar cell yang sudah mencapai 15 persen. Namun,
penelitian ini masih terus berkembang, apalagi setelah Yamaha Co Ltd
berhasil menaikkan figure of merit sebesar 40 persen dari yang ada
selama ini. Setelah itu, perkembangan termoelektrik tidak diketahui
dengan jelas sampai kemudian dilanjutkan oleh WW Coblenz pada tahun
1913 yang menggunakan tembaga dan constantan (campuran nikel dan
tembaga). Dengan efisiensi konversi sebesar 0,008 persen, sistem yang
dibuatnya itu berhasil membangkitkan listrik sebesar 0,6 mW. AF Ioffe
melanjutkan lagi dengan bahan-bahan semikonduktor dari golongan II-V,
IV-VI, V-VI yang saat itu mulai berkembang. Hasilnya cukup mengejutkan,
di mana efisiensinya meningkat menjadi 4 persen. Ioffe melakukan satu
lompatan besar di mana ia berhasil menyempurnakan teori yang
berhubungan dengan material termoelektrik. Teori itu dibukukan tahun
1956 yang kemudian menjadi rujukan para peneliti hingga saat ini.
Penelitian termoelektrik muncul kembali tahun 1990-an setelah sempat
menghilang hampir lima dasawarsa karena efisiensi konversi yang tidak
bertambah. Setidaknya ada tiga alasan yang mendukung kemunculan
tersebut. Pertama, ada harapan besar ditemukannya material
termoelektrik dengan efisiensi yang tinggi, yaitu sejak ditemukannya
material superkonduktor High-Tc pada awal tahun 1986 dari bahan yang
selama ini tidak diduga (ceramic material). Kedua, sejak awal 1980-an,
teknologi material berkembang pesat dengan kemampuan menyusun material
tersebut dalam level nano. Teknologi analisis dengan XPS, UPS, STM juga
memudahkan analisis struktur material. Ketiga, pada awal tahun 1990,
tuntutan dunia tentang teknologi yang ramah lingkungan sangat besar. Ini
memberikan imbas kepada teknologi termoelektrik sebagai sumber energi
alternatif.(Asyafe,2008). Teknologi termoelektrik bekerja dengan
mengonversi energi panas menjadi listrik secara langsung (generator
termoelektrik), atau sebaliknya, dari listrik menghasilkan dingin
(pendingin termoelektrik). Untuk menghasilkan listrik, material
termoelektrik cukup diletakkan sedemikian rupa dalam rangkaian yang
menghubungkan sumber panas dan dingin. Dari rangkaian itu akan
dihasilkan sejumlah listrik sesuai dengan jenis bahan yang dipakai.
Kerja pendingin termoelektrik pun tidak jauh berbeda. Jika material
termoelektrik dialiri listrik, panas yang ada di sekitarnya akan
terserap. Dengan demikian, untuk mendinginkan udara, tidak diperlukan
kompresor pendingin seperti halnya di mesin-mesin pendingin
konvensional.
Untuk keperluan pembangkitan lisrik tersebut umumnya bahan yang
digunakan adalah bahan semikonduktor. Semikonduktor adalah bahan yang
mampu menghantarkan arus listrik namun tidak sempurna. Semikonduktor
yang digunakan adalah semikomduktor tipe n dan tipe p. Bahan
semikonduktor yang digunakan adalah bahan semikonduktor ekstrinsik.
Persoalan untuk Termoelektrik adalah untuk mendapatkan bahan yang mampu
bekerja pada suhu tinggi.
Terdapat tiga sifat bahan Termoelektrik yang penting, yaitu :
1. Koefisien Seebeck(s)
2. Konduktifitas panas(k)
3. Resistivitas( )